Kamis, 20 Desember 2012

QASHASHUL QUR’AN


KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada Penyusun sehingga makalah, “Qashashul Qur’an (Kisah-Kisah Al-Qur’an)” ini dapat diselesaikan.
Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga Makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Way jepara, april 2011

Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan Huda (petunjuk) bagi manusia, artinya ajaran yang disampaikannya merupakan pesan dan nasihat-nasihat sehingga menjadi suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam membentuk pribadi manusia dari dahulu sampai dengan sekarang. Kisah-kisah dalam Al-qur’an itu sarat sekali dengan pesan dan nasihat, baik secara tekstual maupun konteksual. Dalam menyampaikan pesan dan nasihat-nasihat-nya, tidak selalu disampaikan dengan jelas dan gamblang, kadang penyampaiannya berupa sebuah kisah yang harus dikaji terlebih dahulu atau dianalogkan dengan kejadian saat ini.
Fenomena kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang diyakini kebenarannya sangat erat kaitannya dengan sejarah.
Menurut As-Suyuthi, kisah dalam al-Qur’an sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengingkari sejarah, lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Al-Qur’an. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran kepada ummat manusia dan bagaimana mereka menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah. Hal ini dapat dilihat bagaimana Al-Qur’an secara eksplisit berbicara tentang pentingnya sejarah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran ayat 140 :
“Dan masa( kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).”
Muhammad Iqbal menyatakan, “Al-Qur’an dalam memperbincangkan kisah ini yang bersifat historis, hampir selamanya ia bertujuan hendak memberikan suatu pengertian moral atau filosofis yang sifatnya universal.



BAB II
PEMBAHASAN
QASHASHUL QUR’AN (KISAH-KISAH AL-QUR’AN)
A. Definisi Qashash (Kisah)
Dari segi bahasa al-qashash atau al-qish-shotu yang berarti cerita ia semakna dengan tatabbu’ul atsar, yaitu pengulangan kembali masa lalu.
Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurut-urut. Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal ummat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
B. Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Al-Qur’an juga mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan disebutkan dalam Al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Disatu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal ini menimbulkan perdebatan dikalangan orang-orang yang meyakini dan orang-orang yang menentang dan meragukan Al-Qur’an. Mereka yang meragukan seringkali mempertanyakan, mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara kronologis dan sistematis, sehingga lebih mudah dipahami.
Menurut Manna’Khalil Al-Qaththan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang demikian itu mengandung beberapa hikmah, diantaranya :
Pertama
Menjelaskan Balaghah Al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Kisah yang berulang itu dikemukakan disetiap tempat dengan ushlub yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan, bahkan dapat menambah kedalam jiwanya makna-makna baru yang tidak di dapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
Kedua
Menunjukan kehebatan Al-Qur’an, sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat dimana salah satu bentukpun tidak di tandingi oleh sastrawan Arab, merupakan dahsyah dan bukti bahwa Al-Qur’an itu murni datangnya dari Allah SWT.
Ketiga
Mengundang perhatian yang besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan tanda betapa besarnya perhatian Al-Qur’an terhadap masalah tersebut. Misalnya kisah Nabi Musa dengan Fir’aun. Kisah ini mengisahkan pergulatan sengit antara kebenaran dan kebathilan.
Keempat
Penyajian seperti itu menunjukan perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu di ungkapkan. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan di suatu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain, sesuai dengan keadaan.
C. Studi Perbandingan Antara Al-Quran Dengan Taurat Dan Injil Dalam Pemaparan Kisah
Jika dibandingkan dengan kitab-kitab yang terdahulu seperti Taurat, Zabur, Injil maka Al-Qur'anlah yang paling bisa dikatakan lebih Suci sebagaimana Allah Swt. telah menjanjikan suatu penjagaan bagi kitab terakhir yang pernah diturunkan kepada umat manusia ini.
[Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.] (QS. Al-Hijr : 9)

Dan otentik karena beberapa hal :
- Ditulis saat Rasulullah masih hidup, dengan larangan penulisan masalah lainnya yaitu hadits, sehingga kemungkinan adanya pencampuran adalah kecil. Sementara yang lain seperti Perjanjian Lama yang merupakan himpunan kitab/fasal, ditulis selama lebih dari dua abad setelah musnahnya teks asli pada zm. Nebukadnezar, yang ditulis kembali berdasarkan ingatan semata oleh seorang pendeta Yahudi yang bernama Ezra dan dilanjutkan oleh pendeta pendeta Yahudi atas perintah raja Persia , Cyrus pada tahun 538 sebelum Masehi.
- Materi Al-Qur'an tidak bertentangan dengan akal, dan relevan sepanjang masa. Sementara Bibel mengandung banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan mengandung pornografi. Seperti berikut ini :
Ayat porno

Yehezkiel 23 :1-21, berisi ayat-ayat jorok tentang seksual. Diceritakan didalamnya penyimpangan seksual yang sangat berbahaya bagi perkembangan psikologis bila dibaca oleh anak­anak dibawah umur. Ada kalimat-kalimat yang sangat cabul dengan menyebut (maaf) buah dada, buah zakar, menjamah­ jamah, birahi, dan lain-lain, contohnya :
(ayat.3) "Mereka bersundal pada masa mudanya; di sann susunya dijamah jamah dan dada keperawanannya dipegang-pegang".
Ayat-ayat yang mustahil dipraktekkan
Hari Sabat (sabtu) adalah hari Tuhan yang harus dikuduskan. Pada hari itu setiap orang dilarang bekerja, dilarang memasang api di rumah (lampu, kompor, dll) karena Sabat adalah hari perhentian penuh. Orang yang bekerja pada hari Sabtu harus dihukum mati (keluaran 20 :8-11, 31 :15, 35 : 2-3).
Ayat-ayat diskriminatif
Perbuatan riba (rente) dilarang dilakukan kepada Israel, tapi boleh dilakukan kepada non Israel (Ulangan 23 : 19-20).
Dan masih banyak lagi kisah-kisah lain yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.

D. Kisah Al quran Dalam Kajian Modern
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an merupakan karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas yang dipatuhi oleh seni, tanpa harus memeganginya sebagai kebenaran sejarah. Ia sejalan dengan kisah seorang sastrawan yang mengisahkan suatu peristiwa secara artistik. Bahwa Al-Qur’an telah menciptakan beberapa kisah dan ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah dengan menganggap kisah Qur’ani ini sebagai sejarah yang dapat dipegangi.
Kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an tentu saja tidak dapat dianggap semata-mata sebagai dongeng, apalagi Al-Qur’an adalah kitab suci yang berbeda dengan bacaan lainnya. Memang sering timbul perdebatan, apakah kisah-kisah tersebut benar-benar memiliki landasan historis atau sebaliknya ?, sebagai kisah yang historis sejauh manakah posisi Al-Qur’an dalam memandang sejarah sebagai suatu realitas ?
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah sehingga tidak adil jika Al-Qur’an dianggap mandul hanya karena kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara gamblang. Akan tetapi berbeda dengan cerita fiksi, kisah-kisah tersebut tidak didasarkan pada khayalan yang jauh dari realitas.
Melalui studi yang mendalam, diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-situs sejarah bangsa Iran yang di identifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah Al-Qur’an, Al-Mu’tafikat yang di identifikasikan sebagai kota-kota palin, Sodom dan Gomorah yang merupakan kota-kota wilayah Nabi Luth.
Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang tampaknya sulit untuk di deteksi sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba. Karena itu sering di sinyalir bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu ada yang historis ada juga yang a-historis.
Meskipun demikian, pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk dijadikan bahan penyelidikan menurut kacamata pengetahuan modern, misalnya mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam Al-Qur’an.
Karena itu sejarah serta pengetahuan lainnya tidak lebih merupakan sarana untuk mempermudah usaha untuk memahami Al-Qur’an.


BAB III
KESIMPULAN

- Kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk peristiwa yang ada di dalamnya. Ia bagian dari ayat-ayat yang di turunkan dari sisi yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
- Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dimaksudkan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuannya yang asli yaitu tujuan keagamaan yang menyiratkan adanya kebenaran, pelajaran dan peringatan.
- Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara kronologis dan tidak memaparkannya secara terperinci. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan tentang berlakunya hukum Allah dalam kehidupan sosial serta pengaruhnya baik dan buruk dalam kehidupan manusia.
- Sebagian kisah dalam Al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan berarti menyalahi sejarah, karena pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk mengungkap kisah-kisah dalam Al-Qur’an, dalam kerangka pengetahuan modern.














DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalid, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera AntarNusa, Bogor, 2007
http://www.indiaonech.co.cc/1_6_Kisah-Dalam-Al-Qur-an.html, diakses pada tanggal  02 april 2011 jam 02:00
Irene Handono, http://menjawab-misionaris.blogspot.com/2009/01/islam-dihujat-sejarah-dan-keaslian-al.html. diakses pada tanggal 02 april 2011 jam 01:50
Masyhud, SM, Dialog Santri-Pendeta, Pustaka Da’I, Surabaya, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar